Tuesday, August 28, 2007

Di Petilasan Ken Dedes

aku datang dengan dada berlubang
tertembus sebusur panah
sekujur tubuh gemetar
aku menunduk pucat,
dan darah menarik pasang
di petilasanmu, mataku pudar bergentayang


panggilah Tunggul Ametung, Ratu
atau Ken Arok sekalipun
akan kutanya tentang jiwa-jiwa ksatria
yang mati di medan laga
dibunuh cinta, dibunuh Tuhan-Tuhan yang berbeda


adakah dewa bagi mereka kaumnya
dewa penghisap purba dan pemecut kebencian
pada kita yang berdada ombak
hingga dipatah sedemikian rupa
serupa angin tanpa desir
serupa rintih sekarat, senyum kita cacat!


Harummu menyumpal lubang dadaku, Ratu
harum yang dibawa angin semilir
memanggil dua ekor kuda jantan tuk menarik kereta kita
menyusuri asin garam yang terpesona pada lautan


kemudian,
engkau memaling muka
bersembunyi di bilik bulan
tak kusangka bulirmu tumpah

tanah- tanah bergemeretak retak
dan suara lembut menetesi dari lembar bibirmu
“betis kita memang selalu ditetak luka” katamu

[Malang – 10-11 okt ‘06]

0 Comments:

Post a Comment

<< Home