Di Petilasan Ken Dedes
aku datang dengan dada berlubang
tertembus sebusur panah
sekujur tubuh gemetar
aku menunduk pucat,
dan darah menarik pasang
di petilasanmu, mataku pudar bergentayang
panggilah Tunggul Ametung, Ratu
atau Ken Arok sekalipun
akan kutanya tentang jiwa-jiwa ksatria
yang mati di
dibunuh cinta, dibunuh Tuhan-Tuhan yang berbeda
adakah dewa bagi mereka kaumnya
dewa penghisap purba dan pemecut kebencian
pada kita yang berdada ombak
hingga dipatah sedemikian rupa
serupa angin tanpa desir
serupa rintih sekarat, senyum kita cacat!
Harummu menyumpal lubang dadaku, Ratu
harum yang dibawa angin semilir
memanggil dua ekor kuda jantan tuk menarik kereta kita
menyusuri asin garam yang terpesona pada lautan
kemudian,
engkau memaling muka
bersembunyi di bilik bulan
tak kusangka bulirmu tumpah
tanah- tanah bergemeretak retak
dan suara lembut menetesi dari lembar bibirmu
“betis kita memang selalu ditetak luka” katamu
0 Comments:
Post a Comment
<< Home