Lautan Plastik
Gulungan ombak dipinggir pantai
Menyapaku
Menguncang degup kalbu
Setiap buih yang terlempar adalah huruf
Dengan mata telanjang kurajut
Hingga menyerupa
Dan kutau makna
“didalam sana ada selembar plastik yang sengaja dibuang oleh nelayan malang
Tersangkut pada rimbun terumbu
Membekap hidung pula mulut
Satu dari terumbu terbang dan hingga kini masih bergentayang”
Bola mataku jatuh dalam pekat biru
Satu plastik tak akan pernah habis dalam ribu purnama
Dua plastik
Tiga plastik
Sepuluh...tujuhpuluh...seratus
Ach,sungguh... aku ngilu
Bukan laut biru kan kubalut
Melainkan lautan plastik kan kusebut
Ihuru,On the Beach – 210106 – Sunset Time
Terima kasih kepada gulungan Ombak atas Inspirasinya
Sudah kuketik huruf-huruf kalian tuk di layangkan
Pantaiku tak perawan lagi
Hembus angin meniup desir
Pucuk kelapa mengucap getir
Tentang butir bersaut kecil
Diculik dengan tubuh bugil
Ibu pasir memuntah isak
Angin pasang mengirim pesan
Suara pekik tangis menusuk malam
Menggaung hingga ujung pulau Bintan
Meronta-ronta
diatas perbatasan selat Malaka
Ditengah laut
Sebuah kapal tongkang memaksa ombak mengangkang
ditepis,hancur buih
Sesekali tangan - tangan kecil melambai
jauh ditengah
dalam geladak
Ibu pasir meremukan ucap
“Tolong,jangan kau culik anakku
Biarkan kami disini,bercinta dan mesra
Meski terkadang kami tak cukup mampu mengelak suara carut marut perut".
Namun kapal tongkang meludah "Cuihhhh"...
Seribu dayung angkuh ditepi lambung
Tak menoleh,mengangkat muka
Melaju menuju Singapura
matahari melompat dalam deras pagi
menangisi keterlambatannya,mengapa tak bersinar ketika malam tiba
matanya mengedip memantul awan, menjiplak serimbun spanduk jalan
"O,pantaiku tak perawan lagi, bumiku sengaja dibuat erosi"
Mataku berdarah Penuh Asap Dan Marah
Dendamku membuncah,penuh asap dan marah
Tersangkut pada sayap,jendela,kursi,bantal,selimut,pula segelas Orange jus
Dalam tatapan berdarah ini, sepasang mata dan sejujur wajah lelaki menari
Hei jangan kau minum orange jus itu,katanya
Alirku tersedak,menatap kembali makananku sembari beriak
”tenang Sam,aku hanya seutas benang bagi bangsaku,bukan BARA politik sepertimu”.
Laki-laki itu diam,menunduk entah apa yang diaduk
Dan kubuang wajahku keluar jendela
Menabrak awan hingga mukaku merah padam
Bulir air jatuh dari dalam kolam mataku
Cepat-cepat kusekat takut ia melihat
” Chiken salad iki enak Sam”,mataku menganga lebar
Nyata lelaki itu hilang,tanpa bilang-bilang
In the SQ-29 Agustus’05 – 02.00am
Kucatat rasa ini diatas kertas tissue,biar tak kulupa rasa siskamu,MUNIR![Puisi ini telah terbit dalam buku yang berjudul NUBUAT LABIRIN LUKA,sebuah puisi antologi untuk tokoh HAM,Munir]
Diantara Petak Petak lantai
Tatapku mematuk diantara petak-petak lantai
Dijemur tenungan hingga memerih,lalu terkatup meraup
Luruhku diantara kerjap-kerjap lagu spa
Memantul pantul diatas umbul-umbul yang menancap perut pantai
Dan melambai menarik minatku tuk terbuai
Ada apa angin?
Tidakkah kau lihat mataku melayu
Uap panas meluap dari dalam pori-pori kulitku
Hendus ku menjagal riuh debu
Semburkan bara demamku semakin haru
Tatapku melaju diantara petak-petak lantai
Menggambar sebuah meja makan berserta enam kursinya
Piring dan sendok tergelak, tempe dan tahu dibentak
Ramadhan sepi,tiada berisik nasi
Mataku masih terpaku diantara petak-petak lantai
Menyusun beragam kesabaran
Meski hanya satu lembar chapati jatuh dalam perut sahurku
Kuusir demam, pula tenaga kugenggam
Ihuru-Maldives, 23 Oct ’05
Melamun,ramadhan sepi tenaga sunyi
*Chapati = makanan khas India yg terbuat dari tepung terigu berbentuk bulat tipis semacam crepes
Yang dimakan bersama curry
TUHAN
Tuhan
Dalam akhir purnama aku bersuara
Kalimatku mengepal
Lalu terbungkus perlahan
Menghanyut dalam riak rasa
Mudah-mudahan sampai disana
Peluh menetes sudah menjadi anak anak tanah
Menggapal pula kulit kaki membingkai hari
Dihujung kelopak mata
Masih terdampar bayangan bunda menetei
Hingga menunggang kuda
Ikut berdemonstrasi
Ya,kadang mulutku marah,aku terpaksa membuncah
Terbang diserempet awan
Berjalan dilempari malam
Bagaimana aku harus diam,sementara angin tertawa dan menunjukkan jarinya tepat di depan wajahku
Ya,Sudah kutikam awan semalam
Mayatnya terkapar dalam rinai hujan
Dan kapal kakiku mulai tak merasa kasian
Disana,dipintu baru yang bersinar
Akan kuterjang,kurebut
Cinta diatas cinta,yang setahun lalu terlepas dalam genggaman
Tuhan
Dalam akhir purnama aku bersuara
Jatuhkan satu bintang
Kan kutunjuk dan kurajut
Agar gemericik bibirku KAU kecupIhuru-Last december 31 December'2005